FAKTAMEDIA.ID, Jakarta – Monumen Nasional atau Monas jadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Kebijakan kontroversial Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevitalisasi Monas jadi pemicunya.
Dibangun tahun 1961, dalam sejarahnya, Monas saat itu merupakan proyek kebanggaan Presiden Soekarno. Pembangunan Tugu Nasional saat itu, ditegaskan Soekarno, demi kebesaran Bangsa Indonesia.
Salah satu objek wisata yang terkenal di Jakarta adalah Monumen Nasional atau yang biasa disebut Monas. Kali ini yang akan dibahas pada gambar berikut adalah pelataran puncak Monas.
Baca juga: Jokowi Divaksin Oleh Dokter Kepresidenan
Pelataran ini memiliki ukuran 11 x 11 meter dengan ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Kapasitas yang dapat ditampung di pelataran puncak sebanyak 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat pemandangan sekitar Monas lebih dekat.
Dipuncak monas terdapat cawan yang menopang Lidah Api Perunggu seberat 14.5 ton dan dilapisi oleh emas yang awal mulanya seberat 35 kg kini telah ditambah menjadi 50 kg sebagai perayaan setengah abad Kemerdekaan Indonesia.
Lidah api ini berukuran tinggi 14 meter berdiameter 6 meter yang terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah Api ini memiliki makna Semangat Perjuangan Rakyat Indonesia Untuk Meraih Kemerdekaan.
Baca juga: Mensos Bersama Dirut Jasa Raharja Datangi Posko Crisis Center Sriwijaya Air
Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972 karena pasang surut politik setelah peralihan kekuasaan ke rezim Orde Baru. Tercatat total biaya pembangunan Tugu Monas Rp 358.328.107,57.
Anggaran yang cukup besar untuk proyek Monas memaksa Soekarno mencari para dermawan dari penjuru Tanah Air.
Tugu Monas memiliki banyak cerita menarik dalam proses pembangunannya. Mulai dari pemasangan tiang pancang sampai pemasangan emas.
Siapa ya orang yang menyumbangkan emas di Monas?
Sejarawan yang juga Ketua Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali mengungkapkan memang belum ada literatur pasti terkait siapa penyumbang emas untuk Monas.
Namun Muhammad Teuku Markam menjadi salah satu orang yang disebut sebut menyumbangkan emas hingga 28 kilogram.
“Salah satu sumbangan yang paling besar dan berupa emas adalah Muhammad Markam yang memberikan, Pak Markam dari Aceh kurang lebih menyumbangkan 28 kilogram ke Bung Karno,” kata dia saat dihubungi detikcom pekan lalu.
Namun dari jumlah sumbangan tersebut belum ditemukan rincian seberapa banyak emas yang digunakan untuk Tugu Monas.
“Apakah semua dijadikan api Monas atau tidak. Karena ada yang menyebutkan juga jika uangnya untuk dibelikan pesawat,” jelas dia.
Menurut dokumen yang bisa dilansir dari situs Perpustakaan PU, ‘Tugu Monas: Laporan Pembangunan’ yang diterbitkan 17 Agustus 1968, dituliskan lidah api di atas tugu Monas berbentuk kerucut setinggi 14 meter, dibuat dari perunggu seberat 14,5 ton yang terdiri dari 77 bagian yang disatukan, kemudian dilapis emas murni seberat lebih kurang 35 kg. Tidak disebutkan dari mana emas itu berasal.
Kemudian demi merayakan ulang tahun emas Republik Indonesia pada 1995, pemerintah saat itu menambah jumlah emas agar genap 50 kilogram.
Kasubbag TU UPK Monas Endrati Fariani mengungkapkan hingga saat ini memang belum bisa dipastikan terkait siapa saja yang menyumbang untuk pembangunan Monas.
Saat pengelola Monumen Nasional mengelola 2 situs atau kawasan cagar budaya, yaitu Kawasan Monumen Nasional dan Monumen Proklamator.
Pembangunan kedua monumen tersebut bertujuan untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan Kemerdekaan Bangsa. (red)