Friday , November 22 2024

ICW: 4 Tahun Kekecilan, Jaksa Pinangki Layak Dituntut 20 Tahun Penjara

ICW: 4 Tahun Kekecilan, Jaksa Pinangki Layak Dituntut 20 Tahun Penjara
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Pinangki.

FAKTAMEDIA.ID, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku tak kaget mendengar tuntutan jaksa penuntut umum terhadap mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari.

Diketahui, Jaksa Pinangki dituntut 4 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. lantaran diyakini menerima suap dari terpidana perkara korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.

Sebab, menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, sejak awal Kejaksaan Agung memang terlihat tidak serius dalam menangani perkara yang menjerat mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung ini.

“Tuntutan yang dibacakan oleh jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan,” kata Kurnia melalui keterangannya, Selasa (12/1/2021).

Kurnia menyebut terdapat beberapa alasan yang mendasari kesimpulannya.

Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum. Terlebih Pinangki merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara buronan dan terpidana perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.


Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum. Terlebih Pinangki merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara buronan dan terpidana perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

“Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi,” tegas Kurnia.

Kedua, dilanjutkan Kurnia, uang yang diterima oleh Pinangki direncanakan untuk mempengaruhi proses hukum terhadap Djoko Tjandra.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Pinangki.

“Hal yang memberatkan terdakwa sebagai aparat penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme,” katanya.

Sedangkan yang meringankan adalah belum pernah dihukum, terdakwa menyesali perbuatan dan berjanji tidak mengulanginya, terdakwa mempunyai anak berusia 4 tahun.

Pinangki dinilai terbukti melakukan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan kesatu subsider pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan ketiga subsider dari pasal 15 jo pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaan pertama, jaksa Pinangki dinilai terbukti menerima suap sebesar 450 ribu dolar AS (sekitar Rp6,6 miliar) dari terpidana kasus “cessie” Bank Bali Djoko Tjandra.

Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No 12 tertanggal 11 Juni 2009.

Pinangki ikut menyusun “action plan” berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial “BR” sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan “HA” selaku pejabat di MA. Biaya pelaksanaan “action plan” itu awalnya 100 juta dolar AS namun Djoko Tjandra hanya menyetujui 10 juta dolar AS.

Dakwaan kedua adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang dengan menukarkan 337.600 dolar AS menjadi Rp4.753.829.000 menggunakan sejumlah nama.

Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra sebesar 450 ribu dolar AS (sekitar Rp6,6 miliar).

Uang pencucian uang itu digunakan antara lain untuk membeli mobil BMW X5 warna biru, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter “home care”, pmebayaran sewa apartemen dan pembayaran kartu kredit.

Dakwaan ketiga adalah pasal 15 jo pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pinangki dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra selaku terpidana kasus “cessie” bank Bali dengan cara meminta fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.

“Kendati MA MA punya kewenangan memberikan fatwa tapi ekseksui sepenuhnya di Kejaksaan Agung selaku eksekutor dapat disimpulkan terdakwa, Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra mengira putusan PK terhadap Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi berdasarkan fatwa MA yang akan dimintakan mereka,” ungkap jaksa Yanuar.

Selain itu untuk mendapat fatwa, keempatnya berencana untuk dapat hadiah atau janji berupa 10 juta dolar AS kepada pejabat baik di Kejagung maupun di MA.

“Sehingga unsur pegawai negeri atau penyelenggara negara meningat kedudukan dalam jabatannya telah terpenuhi secara sah menurut hukum,” kata jaksa Yanuar.

Atas tuntutan itu, Pinangki akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 18 Januari 2021. (red)