FAKTAMEDIA.ID – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mendesak Kementerian Agama segera menerbitkan Peraturan Menteri Agama tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama.
Hal ini menyusul banyak ditemukannya kasus-kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren. Menurutnya, kepercayaan masyarakat kepada lembaga pendidikan agama cukup tinggi.
Oleh karenanya, ujar Diah, sistem pengawasan dan pencegahan harus dilakukan secara efektif guna menjaga kepercayaan masyarakat tersebut.
“Urgensi dari Permenag ini cukup tinggi. Aturan ini bisa menjadi sistem pengawasan dalam institusi pendidikan keagamaan, sehingga mencegah ruang terjadinya kekerasan seksual,” kata Diah, dalam keterangan persnya, baru-baru ini.
Permenag soal pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama disebut sudah masuk tahap harmonisasi antarkementerian atau lembaga terkait. Diah mengingatkan agar aturan ini disosialisasikan secara maksimal.
Ia juga meminta agar sistem pengawasan yang dibuat Kemenag ini nantinya lebih bersifat praktis.
Hal tersebut lantaran selama ini pengawasan Kemenag kepada lembaga pendidikan agama masih terasa bersifat retoris atau normatif.
“Sebaiknya sampai pada SOP yang sifatnya operatif untuk diterapkan sistem pengawasannya di dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan. Jadi pengawasannya harus lebih practical sifatnya,” usul politisi PDI-Perjuangan itu.
Diah menilai kasus kekerasan seksual yang terungkap di sejumlah pesantren belakangan ini hendaknya menjadi bahan evaluasi terhadap sistem pengawasan yang selama ini dilakukan.
“Perlu ada yang dievaluasi di mana kelemahannya. Karena kalau berbicara lembaga pendidikan yang dinilai penting tidak hanya kurikulum, tapi termasuk juga bagaimana membangun lingkungan bagi para peserta didik yang aman,” ujar Diah.
Selain itu, imbau legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat III tersebut, sistem pengawasan dari lingkungan internal lembaga pendidikan agama pun diminta memprioritaskan pencegahan terjadinya kasus kekerasan seksual seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Baru ketika ada pelaku yang melakukan tindakan kekerasa seksual, lalu evaluasinya gimana untuk sistem pengawasan itu. Hari ini saya lihat belum matang sebagai sebuah sistem di lembaga pendidikan.” Tambahnya.
”Saya yakin masih banyak yang baik dalam melakukan proses belajar mengajar. Maka dari itu, kita semua perlu menjaga bersama kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan keagamaan, jangan jadi buruk citranya karena kesalahan seseorang di dalamnya,” pungkasnya. (Red)