Friday , November 22 2024

Presiden Jokowi Sebut Curah Hujan dan Luapan Sungai Penyebab Banjir di Kalsel

Presiden Jokowi Sebut Curah Hujan dan Luapan Sungai Penyebab Banjir di Kalsel
Jokowi di atas Jembatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin, 18 Januari 2021.

FAKTAMEDIA.ID, Kalsel – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan peninjauan lokasi terdampak bencana banjir Kalsel, tepatnya di Kelurahan Pekauman, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar pada Senin, 18 Januari 2021.

Usai peninjauan, Jokowi mengatakan banjir seperti ini sudah lama tak terjadi di sana, tingginya curah hujan, terjadi hampir selama 10 hari berturut-turut, yang menyebabkan banjir Kalsel.

Menurut dia, daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik meluap, hingga air sebanyak 2,1 miliar kubik membanjiri 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan.

“Hari ini saya meninjau banjir ke Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan,” kata Jokowi dari atas Jembatan Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Senin, 18 Januari 2021.

Ia mengatakan kedatangan ke lokasi banjir untuk memastikan kerusakan infrastruktur, seperti Jembatan Mataraman yang juga ikut rusak. “Saya sudah minta Pak Menteri PU agar dalam 3-4 hari ini bisa diselesaikan sehingga mobilitas distribusi barang tidak terganggu,” kata Jokowi.

Seperti yang dilansir JawaPos.com, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono mengeluhkan kedatangan Jokowi tersebut yang menyalahkan curah hujan dan sungai.

“Ya kalau hanya sekadar menyalahkan curah hujan, mending enggak usah ke sini (Kalimantan Selatan-Red),” kata Kisworo.

“Jadi kalau hanya menyalahkan curah hujan, sangat kecewa saya. Seharusnya Jokowi ke sini bukan hanya sekadar menyalahkan hujan dan sungai,” tambahnya.

Kisworo mengatakan, Kalimantan Selatan yang luasanya mencapai 38.7 hektare sebanyak 50 persennya sudah dipakai untuk tambang. Kemudian 33 persen hutan di sana sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit. “Jadi ini daya tampung lingkungan di Kalsel sudah rusak,” katanya.

Oleh sebab itu, Kisworo menuturkan, banjir tersebut akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo itu. Karena hutan-hutan sudah beralihfungsi menjadi tambang dan perkebunan sawit. “Ini darurat tata ruang dan darurat bencana ekologis. Nah ini kejadian, gambut itu kan meresap air. Sehingga tata kelola air rusak,” tegasnya.

Oleh sebab itu Walhi mendesak pemerintah dan juga pemerintah daerah untuk mengundang para perusahaan pemilik tambang dan kelapa sawit untuk duduk bersama. Hal itu dilakukan untuk mereka bertanggung jawab banjir di Kalimantan Selatan ini.

“Mengundang semua pemilik perusahaan tambang dan sawit dialog terbuka dihadapan rakyat dan masyarakat sipil. Supaya kita tahu permasalahan dan solusinya bagaimana,” ungkapnya. (red)